banner 325x300 banner 325x300

Aiswa Djien Pandey, Catar Akpol Asal Malut: Modal Mental Paskibraka Nasional 2022 yang Pegang Teguh Filosofi Padi

banner 120x600
banner 468x60

Garut-FN, Senin/15/ Juli 2024 Aiswa Djien Pandey, atau lebih akrab disapa Aiswa, adalah satu-satunya Calon Taruni Akademi Kepolisian (Akpol) perwakilan Maluku Utara (Malut) yang berhasil lolos seleksi tingkat daerah dan kini sedang mengikuti seleksi tingkat pusat.

“Saya peringkat pertama, Puji Tuhan. Karena saingan saya juga sudah gugur waktu tes jasmani. Dari Maluku Utara totalnya ada lima orang (calon taruna), yang empat putra, satu putri. Saya asli Maluku Utara,” kata Aiswa usai pengisian Inventory PSI dan PMK di Komplek Akpol, Kota Semarang, Senin (15/7/2024) sore.

banner 325x300

Aiswa, yang berasal dari keluarga kurang mampu, memiliki modal mental yang kuat. Dia adalah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional tahun 2022, dan masuk dalam Pasukan 17 Sayap Kiri tim Pancasila Sakti. Pengalaman tersebut menjadi dasar mentalnya, karena di Paskibraka, Aiswa dididik dengan persiapan pengibaran bendera selama lebih dari satu bulan, dari 15 Juli hingga 29 Agustus 2022, ketika ia bertugas untuk menurunkan bendera.

Anak pertama dari tiga bersaudara ini bercerita tentang kehidupannya di Desa Wari, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Dia sering membantu ayahnya bertani pala di daerah pegunungan, yang secara otomatis melatih fisiknya. “Kan pegunungan, pantainya juga bagus-bagus, jadi sudah sering berenang,” ungkap Aiswa, yang juga seorang atlet voli.

Ayah Aiswa sebelumnya bekerja sebagai sekuriti sebelum beralih menjadi petani, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga. Aiswa sudah terbiasa hidup berjuang sejak kecil. Ayahnya sering melatih fisiknya dengan berlari dalam batasan waktu tertentu, yang dilakukan rutin di Mako Brimob di Desa Kupa Kupa, Kabupaten Halmahera Utara.

Selain melatih fisiknya, Aiswa juga secara mandiri mengembangkan kemampuan akademiknya. Menyadari kondisi keluarganya yang kurang mampu, dia memaksimalkan apa yang ada untuk belajar, hanya dengan memanfaatkan sumber belajar online dan buku, tanpa pernah mengikuti bimbingan belajar apapun.

“Saya berasal dari orang kurang mampu, jadi belajarnya dari online dan lewat buku saja. Saya tidak pernah ikut bimbel (bimbingan belajar) apapun,” ungkap Aiswa, yang menyebut bahwa ini adalah kali pertamanya ikut seleksi Akpol.

Dalam perjuangannya di seleksi Akpol tingkat pusat, kedua orang tuanya tidak menemani karena mereka harus tetap berada di kampung halaman untuk bertani dan mengurus keluarga. Selama seleksi ini, Aiswa selalu memegang teguh pesan sang ayah, bahwa usia muda hanya sekali dan harus dimaksimalkan perjuangannya.

“Papah (ayah) saya juga selalu berpesan, kalau sudah jadi orang yang berhasil, saya tidak boleh sombong. Saya harus seperti padi, semakin berisi semakin merunduk,” tandas gadis kelahiran Maluku Utara, 13 Februari 2006 itu.

Dengan modal mental yang kuat dan filosofi padi yang dipegang teguh, Aiswa Djien Pandey siap berjuang untuk meraih mimpinya menjadi Taruni Akpol, membawa nama baik Maluku Utara ke tingkat nasional.

(FN)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *